Rabu, 27 Mei 2015

Filled Under:

Mahasiswa Demo dan Nyinyirnya Orang Indonesia

Share

Beberapa waktu yang lalu, mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi yang tergabung dalam BEM Seluruh Indonesia (BEM SI) melakukan aksi didepan istana merdeka pada hari kamis, 21 Mei 2015. Mereka berkumpul dan berdaulat untuk menyuarakan aspirasi yang mengatasnamakan rakyat Indonesia.

Saya sendiri tidak melakukan aksi, namun saya tetap mendukung teman-teman mahasiswa yang melakukan aksi menuntut ketegasan pemerintah jokowi-jk terhadap polemik yang terjadi di Indonesia.

Salah satu yang tergabung didalam aksi itu adalah BEM KEMA Telkom University. Disaat mahasiswa lainnya menikmati masa liburan di kosan atau dirumahnya masing-masing, sekitar 50 mahasiswa Telkom University bersama Ketua BEM KEMA Telkom University turun kejalan dan meneriakkan jargon mahasiswa dengan lantang dan semangatnya.



Setidaknya ada 3 tuntutan dari teman-teman mahasiswa BEM KEMA Telkom University:

1. Kembalikan Stabilitas Harga BBM.
2. Ambil Alih Freeport.
3. Kembalikan Kuliah Selama 7 Tahun.

Begitu kira-kira laporan dari teman-teman BEM KEMA Telkom University yang mengikuti aksi tersebut.

Mengapa mereka melakukan aksi demonstrasi?

Karena pada hakekatnya, mahasiswa dan perubahan adalah dua kalimat yang sudah sangat singkron, satu kesatuan, dan tidak dapat dipisahkan. Mahasiswa sebagai insan kampus yang masih idealis serta bersikap independen merupakan penentu kemajuan masa depan sebuah bangsa. Jadi, sangat pantaslah kalau mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa memikul tanggung jawab ini. Mahasiswa sering melakukan gerakan-gerakan ke arah perubahan untuk kemajuan bangsa serta keadilan bagi masyarakat. Menurut pandangan saya, aksi demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa adalah bagian dari gerakan pendesak, kumpulan gerakan pendesak ini harus dijunjung tinggi didalam suatu negara bukan malah dimusuhi atau bahkan dicurigai.

Menurut Alan R.Ball (1993), kumpulan pendesak merupakan agregat sosial dengan tahapan yang padu serta berkolaborasi untuk tujuan yang sama yang pada akhirnya dapat mempengaruhi proses membuat keputusan politik. Sedangkan menurut golongan Marxis, menilai bahwa kumpulan pendesak (pressure) perlu ada didalam sebuah negara, mereka percaya bahwa negara tidak bersikap nertral dan terdapat ketidakseimbangan yang besar antara kumpulan dari segi kuasa politik. Oleh karena itu bukan saja kekuasaan negara dalam masyarakat demokrasi yang liberal yang memihak kepada kepentingan golongan buruh, tetapi juga terdapat jurang pemisah yang kentara diantara kedua-duanya. Istilah ini sering di namakan oleh Miliband sebagai ‘persaingan tidak sempurna’. Jadi dengan adanya kumpulan pendesak ini, penguasa akan lebih bersikap bijaksana dan adil dalam setiap pengambilan kebijakan maupun keputusan serta tidak akan memihak kepada kelompok status quo. Jadi fungsi kolompok pendesak ini adalah sebagai pengontrol dalam setiap keputusan dan kebijakan yang akan di keluarkan oleh para penguasa.

Dari uraian diatas, dapatlah kita menarik suatu kesimpulan bahwa gerakan demonstrasi, gerakan pendesak, atau apapun namanya merupakan penyeimbang didalam sebuah negara demokrasi. Gerakan demonstrasi juga merupakan bentuk penyampaian aspirasi secara langsung, karena para demonstran merasa ada yang salah dengan suatu kondisi ataupun keadaan yang ada dinegeri ini.

Namun sangat disayangkan masih banyak masyarakat Indonesia yang malah tidak mendukung setiap aksi yang dilakukan oleh mahasiswa. Padahal, sungguh tidak mudah menjadi seorang demonstran. Mereka harus mengalami berbagai masalah; mulai dari mempersiapkan segala alat dan menghimpun seluruh massa, harus menempuh jarak yang sangat jauh dan belum lagi harus berjuang melawan teriknya matahari.

Itu adalah sebagian beban dan masalah yang harus mereka tanggung. Sekarang bayangkan jika anda yang berada diposisi mereka. Harus turun kejalan, berteriak-teriak padahal belum tentu ada yang mendengar.
Masyarakat Indonesia sudah sepantasnya berterima kasih kepada mahasiswa yang mau berbesar hati meluangkan waktu dan tenaga mereka untuk perubahan bangsa Indonesia.

Namun, sangat miris karena beberapa waktu yang lalu saya melihat posting soal aksi mahasiswa disalah satu media berita online, tiba-tiba dipostingan tersebut ada yang komen: "Aduh mahasiswa demo, bikin macet saja".
Memang betul, aksi para mahasiswa membuat beberapa akses jalan ditutup dan menimbulkan kemacetan. Tetapi sadarkah kita, disaat ada kunjungan presiden atau kunjungan dari berbagai negara, banyak juga jalan yang ditutup dan bahkan juga dapat menimbulkan kemacetan. Tidakkah kita menyadari itu? Bahkan tanpa adanya demonstrasi, jalanan juga seringkali mengalami kemacetan yang disebabkan oleh jumlah kendaraan yang terus bertambah. 

Kalau masyarakat yang pada nyinyir saklek sama yang seperti itu, jadi gimana baiknya? Tidak usah ada kunjungan dari presiden atau pertemuan dari berbagai negara? Tidak usah ada kendaraan dijalanan? Atau pada jalan kaki aja semua biar tidak macet?

Melihat komen itu saja saya merasa bingung mau menanggapinya seperti apa. Ada lagi satu komentar yang mengatakan: "Mending selesaikan kuliah kalian, setelah itu bantulah negara sebisa kalian".

Memang betul, tujuan mahasiswa kuliah adalah untuk mendapatkan gelar sarjana dan tujuan akhirnya adalah untuk mengabdi kepada negara. Tetapi, jika mahasiswa hanya diam saja, fokus kepada urusan perkuliahan mereka, sementara membiarkan para mafia menggrogoti hasil kekayaan negara, membiarkan negara lain mengambil hasil bumi negara Indonesia. Buru-buru nanti bisa mengabdi kepada negara, jika negaranya sudah tidak ada mau mengabdi kepada siapa?

Terakhir, parahnya saya melihat ada seorang mahasiswa Telkom University yang tidak ikut melakukan aksi, tetapi ikut-ikutan mengolok-ngolok teman-temannya yang ikut melakukan aksi. Didalam satu tulisannya dia berkomentar: "Mahasiswa tahu apa, kalau mau mengabdi untuk negara, maka tunjukkanlah prestasimu! Pemerintah lebih tahu apa yang mereka lakukan".

Setelah saya telusuri profil dan track record mahasiswa tersebut. Ternyata dia hanyalah seorang mahasiswa yang ruang lingkup pergerakannya hanya kuliah dan kosan. Tidak memiliki banyak prestasi, dan juga tidak aktif berorganisasi. 

Saya sangat mengapresiasi jika ada mahasiswa yang tidak aktif berorganisasi tapi memiliki prestasi dikampus. Tapi untuk yang satu ini? Apa yang harus kita apresiasi? Mengatakan bahwa mahasiswa yang ikut demonstrasi itu tidak tahu apa-apa, padahal dirinya sendiri tidak menyumbangkan apapun demi kemajuan bangsa dan negara ini, minimal ya untuk dirinya sendiripun dia tak sanggup. Ternyata, dari hasil investigasi saya menjelaskan bahwa mahasiswa ini dulunya adalah pendukung bahkan tim sukses Jokowi, karena rasa cinta terhadap sang idolanya telah menutup mata, perasaan, dan fikirannya sehingga berpendapat seenak-enaknya saja.

Bahkan ada yang lebih saklek, ngatain mahasiswa adalah pembohong.
Aduh... ada-ada saja ya...

Itulah makanya jika tidak ikut melakukan perubahan untuk bangsa dan negara ini, dukunglah para mahasiswa yang melakukan aksi minimal dengan berdo'a. 

Umar bin Al-Khattab pernah mengatakan, “Ucapan itu hanya ada empat, selain itu cuma sampah belaka. Pertama, membaca Al-Quran. Kedua, membaca hadits-hadits nabi. Ketiga, membaca ucapan-ucapan penuh hikmat dari para ulama. Keempat, berbicara hal yang penting, dalam soal keduniaan.

Lagipula aksi mahasiswa kemarin tidak sepenuhnya sia-sia. Tuntutan dari BEM KEMA Telkom University, yang menuntut untuk dikembalikannya peraturan batas maksimal kuliah selama 7 tahun akhirnya dikabulkan oleh pemerintah. Demikian bunyi surat edaran dari Menteri Riset, Pendidikan dan Pendidikan Teknologi yang diterima oleh Ketua BEM Telkom University Aidil Afdan Pananrang beberapa hari yang lalu (http://students.telkomuniversity.ac.id/2015/05/26/aspirasi-bem-kema-tel-u-didengar-maks-masa-studi-kembali-7-tahun/#prettyPhoto).
Surat edaran halaman depan | Foto: BEM KEMA Telkom University

Surat edaran halaman belakang | Foto: BEM KEMA Telkom University

Dalam surat edaran tersebut, disebutkan bahwa pada poin 3a “Agar Perguruan Tinggi menunda implementasi Peraturan Menteri sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a (Permendikbud No. 49 Tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi) dan huruf d (Permendikbud No. 154 Tahun 2014 tentang Rumpun Ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta Gelar Lulusan Perguruan Tinggi).”

Dengan demikian, dimulai sejak surat edaran tersebut ditandatangani (20/05/2015) hingga ada kebijakan baru yang menggantikan Permendikbud No. 49 Tahun 2014, pembatasan masa kuliah 5 tahun tidak lagi berlaku.

Nah, dari apa yang saya uraikan diatas masihkah ada yang mau nyinyir-nyinyiran mengolok-ngolok aksi yang dilakukan oleh mahasiswa?

Foto: BEM KEMA Telkom University