Tentang Saya


Hi Guys! Perkenalkan nama saya Yudya Pratidina. Nama saya bisa teman-teman temukan didalam banyak buku sejarah, sebagian besar terkait kisah patriotisme pahlawan Aceh, Teuku Chiek Ditiro dalam buku Perang Aceh yang ditulis oleh Paul Van 'T Veer. Buku ini mengisahkan heroisme para syuhada Aceh dalam mempertahankan negeri Aceh dan nusantara hingga merdeka. Belakangan yang membuat saya sedih, buku ini hilang, alhasil saya tak akan pernah bisa menunjukkan keautentikan nama saya sebagai salah satu gelar pahlawan Aceh, Teuku Chiek Ditiro.

Dalam buku yang lain, Yudya Pratidina merupakan semboyan gerakan Marhaenisme yang diusung oleh Presiden RI Pertama, Ir. Soekarno. Jika teman-teman browsing di google, maka akan terdapat satu buah buku yang mengulas marhaenisme ini, buku itu berjudul: "Yudya pratidina Marhaenis atau Rakjat Marhaen/Marhaenis berdjuang terus: kebulatan tekad dan program-perdjuangan pokok PNI/Front Marhaenis." Buku itu ditulis pada tahun 1966 jauh sebelum saya dilahirkan ke dunia ini pada tahun 1994. 

Marhaenisme adalah ideologi yang menentang penindasan manusia atas manusia dan bangsa atas bangsa. Ideologi ini dikembangkan oleh Presiden pertama Negara Republik Indonesia, Ir. Soekarno, dari pemikiran Marxisme yang diterapkan sesuai natur dan kultur Indonesia. Soekarno mencetuskan Marhaenisme yakni untuk mengangkat harkat hidup Massa Marhaen (terminologi lain dari rakyat Indonesia), yang memiliki alat produksi namun (masih) tertindas. Meski demikian, pengertian Marhaen juga ditujukan kepada seluruh golongan rakyat kecil yang dimaksud ialah petani dan buruh (proletar) yang hidupnya selalu dalam cengkeraman orang-orang kaya dan penguasa/Borjuis/Kapitalis.

Demikianlah arti sederhana dari nama: "Yudya Pratidina." Sebuah nama yang nampaknya sederhana, tetapi mengandung makna yang luar biasa; perjuangan, semangat pantang mundur, terus maju, dan sebagianya. Nama yang saya sandang saat ini merupakan doa yang memiliki kekuatan luar biasa, pemberian kedua orang tua saya: Drs. Thamrin dan Dra. Risnawati.

Uniknya lagi Ayah saya, Drs. Thamrin konon katanya, nama beliau terinspirasi dari seorang pahlawan nasional, yaitu Moh. Husni Thamrin. Mohammad Husni Thamrin adalah seorang politisi era Hindia Belanda yang kemudian dianugerahi gelar pahlawan nasional Indonesia. Ya, baik nama saya maupun ayah saya erat kaitannya dengan sejarah kemerdekaan Republik Indonesia. Sebab, kakek kami, Alm. Burhanuddin, merupakan seorang petani-kepala desa yang patriotik dan fanatik pada sejarah perjuangan Indonesia. Maka, sudah wajar jika didalam keluarga kami mengalir darah dan semangat patriotik untuk membela bangsa dan negara. 

Ayah saya merupakan satu-satunya ASN dilingkungan Pemerintah Kab. Aceh Barat Daya yang bertugas sebagai Sekretaris Daerah (SEKDA) pada dua masa kepemimpinan Bupati didaerah tersebut, yaitu pada masa kepemimpinan Bupati Ir. Jufri Hasanuddin dan Bupati Akmal Ibrahim, SH. Didua masa kepemimpinan para Bupati tersebut, beliau merupakan salah satu SEKDA berprestasi dalam lingkungan pemerintah Provinsi Aceh, itu membuktikan tekadnya yang sungguh-sungguh untuk membela bangsa dan negara, khususnya bagi Kabupaten Aceh Barat Daya, kampung kelahirannya.

Disisi lain, ibu saya merupakan seorang guru yang mengajar dibeberapa SMA di Aceh Barat Daya. Bagi saya, ia merupakan profesor matematika yang telah menelurkan banyak insan cendekia di Kabupaten ini. Beberapa diantaranya adik-adik saya; Dwi Lestari, Rahmat Novtriandi dan Faizah Lestari. 

MIMPI JADI ASTRONOT | Dahulu, cita-cita saya sejak kecil yaitu ingin jadi astronot. Sebab, saya ingin mengetahui bagaimana lansekap dunia ruang angkasa yang katanya begitu gemerlap dan penuh keajaiban. Mimpi untuk menjadi seorang astronot, mendorong saya menciptakan serangkaian eksperimen-eksperimen unik nan ajaib, banyak orang-orang dikala itu menganggap saya sudah gila karena sebagian besar eksperimen itu diluar nalar dan logika, orang Aceh menyebutnya dengan istilah "Cet Langet! (Ibarat Mengecat Langit)"

Tapi saya tidak putus asa, eksperimen unik nan ajaib itu ternyata tidak menghantarkan saya menjadi seorang astronot, melainkan pesulap. Pada waktu itu, salah satu siaran TV Nasional menyajikan acara kompetisi sulap. Deddy Corbuzier dan Rommy Rafael merupakan pioner acara tersebut. Mereka lantas mampu menampilkan segudang aksi spektakuler yang tidak masuk akal. Saya yang ketika itu sangat penasaran dengan keajaiban, mencoba membuat serangkaian eksperimen yang mengungkap apa itu sebenarnya seni sulap.

Sulap yang tadinya saya kira punya kekuatan mistis dan magis, ternyata didalamnya terdapat proses kreatif yang mampu menyajikan suatu hal biasa menjadi fantastis. Saya kemudian menekuni hobi ini, sebuah uang kertas milik teman satu sekolah kemudian saya sobek-sobek dan digenggam. Saya kemudian meniup genggaman tersebut, alhasil bukannya menjadi utuh, uang itu tetap saja sobek, lantas teman saya menangis sejadi-jadinya. Selain sulap, bakat iseng juga sudah ada sejak saya sekolah dulu!

Beberapa tahun setelah itu, saya kemudian membuat sebuah channel youtube dengan tajuk: Master Yudya. Sebetulnya saya agak malu menggunakan titel: Master pada channel ini, sebab pasti akan dikritik oleh para senior sulap di seluruh nusantara. Namun, kata Wakil Presiden Mentalis Indonesia, sebagaimana yang saya kutip di facebook, kata beliau saya layak dan pantas menyandang gelar tersebut. Walau tidak ada pelantikan resmi atau piagam atas gelar Master yang saya pakai di channel saya. Ya, ini marketing bro!

Singkat cerita, mimpi saya menjadi astronot, ternyata Allah punya rencana lain untuk saya. Saya lantas menjadi mentalis profesional, satu-satunya di Aceh yang telah diundang tampil pada salah satu TV Nasional, berikut cuplikan acara TV tersebut, klik: https://www.youtube.com/watch?v=Fw5NsljlMWc

JUALAN KERIPIK | Ide menjadi seorang pesulap menghantarkan saya membuka sebuah usaha kreatif yang fokus pada multimedia. CV. Ombak Visual merupakan perusahaan yang saya dirikan sekitar 5 tahun yang lalu. Sebagaimana namanya, usaha ini pasang-surut. Kadang bagus, kadang tidak, ya seperti ombak dilautan. Selain menghadapi iklim usaha yang tidak bagus, angin yang menerpapun juga kencang. Berbagai tuduhan dan cemoohan pernah terlontar untuk Ombak Visual. Sehingga, terstigma bahwa: "Karya Saya Tidak Dihargai di Kampung Halaman Saya."

Stigma semacam itu ternyata tidak hanya saya rasakan, banyak teman-teman kreatif lainnya yang merasakan hal serupa. Beberapa bahkan enggan pulang ke kampung halaman setelah mereka menyelesaikan studi di luar daerah. Beberapa yang lain-yang telah terlanjur berwirausaha dikampung halaman merasakan keputusasaan yang amat mendalam, sebuah penyesalan yang tiada ujungnya. Perasangka semacam ini kerap kali dirasakan oleh teman-teman saya yang bekerja di dunia industri kreatif, seperti; pemusik, seniman, pelukis, pekerja kreatif, dan berbagai jenis profesi lainnya.

Dari sini saya berpikir, apakah benar daerah ini tidak adil bagi orang-orang kreatif seperti saya? Prasangka ini berubah setelah saya diberi kesempatan untuk tampil sulap di depan Bupati Aceh Barat Daya, Bapak Akmal Ibrahim dan Mantan Wakil Gubernur Aceh, Bapak Muzakir Manaf.  Sebuah media online mewartakan bahwa sorak-sorai penampilan saya pada malam itu layaknya seperti dukungan sebuah permainan bola pada sebuah stadion. Terdengar hiperbola, ya begitulah media mewartakannya.

Selepas dari pertunjukan itu, keesokan harinya saya diundang Coffee Morning oleh Bapak Bupati disebuah warung kopi untuk membicarakan program anak muda kreatif, yang berikutnya dikenal dengan Pusat Industri Kreatif ABDYA (PIKA). Coffee Morning itu kemudian membuahkan hasil dimana saya terpilih sebagai Ketua untuk menggerakkan program PIKA. Saya sebelumnya tidak pernah diberi amanat sebesar ini lantas bersemangat untuk segera menjalankan program PIKA. 

Beberapa orang teman berkata bahwa program PIKA sangatlah politis dan beresiko besar, taruhannya adalah nama baik dan mungkin nyawa. Iya, ini program tidak main-main, salah sedikit maka nama baik akan hilang, belum lagi jika program ini menelurkan proyek-proyek yang akan diperebutkan oleh kontraktor, maka nyawa pula taruhannya. Ah, saya pikir itu terlalu naif, niat baik tidak mungkin berujung buruk. Saya kuatkan ikat pinggang, tutup telinga sekencang-kencangnya dan terus melaju bersama beberapa orang teman yang juga sangat heroik dan penuh semangat muda!

Bersama teman-teman muda yang didukung oleh para ayah/mamak pelaku UMKM, kami kemudian membentuk tim yang disebut dengan CCIA atau Central Creative Industries of ABDYA. Pada awalnya, CCIA ini mengelola sebuah gerai UMKM hingga kemudian bertransformasi mengelola sebuah aplikasi e-commerce, bernama; TOKOPIKA (Toko Pusat Industri Kreatif ABDYA). Dari sinilah kemudian saya bersama teman-teman mulai belajar serta turut aktif memasarkan produk-produk kreatif, hasil kerajinan UMKM ABDYA, salah satu contohnya yaitu keripik. Mulailah pada saat itu hingga sekarang saya ikut berjualan keripik bersama emak-emak diseluruh ABDYA.


Demikianlah profil singkat saya, semoga jadi motivasi buat teman-teman. Kalau ada yang kurang berkenan mohon disampaikan kepada saya, karena kesempurnaan hanya milik Allah saja. Terimakasih :)