Senin, 14 Maret 2016

Filled Under:

Mengenal Prof. Jakob Sumardjo

Share

_____________________________________________

"Guru Besar Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung ini dalam tiga tahun berturut-turut, mendapat Anugerah Kebudayaan dari Menteri Kebudayaan dan Pariwisata atas tiga esai yang ditulisnya. Yakni: "Kaula Gusti" (2004) dimuat di Pikiran Rakyat, "Kebanggaan Bernama Indonesia" (2005) dan "Amarah" (2006) di Kompas. Selain itu, tulisannya berjudul "Trias Politika Sunda" yang dimuat di Pikiran Rakyat, juga masuk nominasi."

Sumber: http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/1429-peraih-tiga-anugerah-kebudayaan

_____________________________________________

Sebagai mahasiswa tingkat akhir yang sedang mengerjakan tugas akhir (TA), saya dituntut untuk memperkaya bacaan. Salah satu yang menjadi referensi buku bacaan saya, yaitu buku yang berjudul "Estetika Paradoks" karangan Prof. Drs. Jakob Sumardjo, penerbit Sunan Ambu Press, tahun 2006, Bandung.

Belakangan buku ini sudah tidak asing bagi saya, karena banyak teman-teman mahasiswa desain produk di kampus yang menggunakannya. Nama pengarangnya-pun sudah tidak asing bagi saya, karena beliau merupakan salah satu dosen di Jurusan Desain Produk Universitas Telkom. Namun siapa sangka, ternyata dibalik kesederhanaannya beliau memiliki berbagai prestasi khususnya bagi dunia filsafat Indonesia.

Dikutip dari www.tokohindonesia.com. Prof. Drs Jakob Sumardjo, lahir di Klaten, Jawa Tengah, pada 26 Agustus 1939. Beliau merupakan putra sulung dari tujuh bersaudara, P. Djojoprajitno, pensiunan ABRI. Beliau menamatkan pendidikan SD Kanisius di Klaten dan 
Yogyakarta pada tahun 1953. Kemudian melanjutkan studinya ke SGB BOPKRI, Yogyakarta pada tahun 1956 dan SGA BOPKRI, Yogyakarta pada tahun 1959. Serta kuliah di IKIP Sanata Dharma, Yogyakarta pada tahun 1962 dan IKIP Negeri, Bandung pada tahun 1970.

Beliau merupakan penganut agama katolik yang taat. Maka setelah lulus dari sarjana muda dari IKIP Sanata Dharma, Yogyakarta, beliau mengajar di SMA St. Angela Bandung, hingga tahun 1980. Kemudian menjadi dosen dan ketua jurusan teater di Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) Bandung, setelah sebelumnya meraih gelar sarjana dari IKIP Negeri Bandung.

Suami dari Jovita Siti Rochma dan ayah dari empat orang anak ini seorang penulis produktif kritikus sastra ternama di negeri ini. Dia sering menulis di harian Kompas, Suara Karya, Pikiran Rakyat, dan Sinar Harapan, serta majalah Horison, Prisma dan lain-lain.

Prof. Jakob Sumardjo juga sudah menulis puluhan judul buku, antara lain Sastra dan Masyarakat Indonesia (Nurcahya, Yogyakarta, 1979), Novel Populer Indonesia (penerbit yang sama, 1981), Segi sosiologis Novel Indonesia, (Pustaka Prima, 1980), Pengantar Novel Indonesia, (Unipress, Jakarta, 1984), dan Dari Khasanah Terjemahan, (Alumni, Bandung, 1985)

Dikutip dari wikipedia. Karier kefilsafatannya dimulai ketika beliau menulis kolom di harian KOMPAS, Pikiran Rakyat, Suara Karya, Suara Pembaruan dan majalah Prisma, Basis, dan Horison sejak tahun 1969. Sejak tahun 1962 mengajar di Fakultas Seni Rupa dan Desain di Institut Teknologi Bandung (ITB) Bandung dalam mata kuliah Filsafat Seni, Antropologi Seni, Sejarah Teater, daan Sosiologi Seni. Buku-bukunya yang khusus membahas Filsafat Indonesia ialah: Menjadi Manusia (2001), Arkeologi Budaya Indonesia (Yogyakarta: Penerbit Qalam, 2002, ISBN 979-9440-29-7), dan Mencari Sukma Indonesia: Pendataan Kesadaran Keindonesiaan di tengah Letupan Disintegrasi Sosial Kebangsaan (Yogyakarta: AK Group, 2003).

Dalam karyanya Arkeologi Budaya Indonesia, beliau membahas ‘Ringkasan Sejarah Kerohanian Indonesia’, yang secara kronologis memaparkan sejarah Filsafat Indonesia dari ‘era primordial’, ‘era kuno’, hingga ‘era madya’. Dengan berbekal hermeneutika yang sangat dikuasainya, beliau menelusuri medan-medan makna dari budaya material (lukisan, alat musik, pakaian, tarian, dan lain-lain) hingga budaya intelektual (cerita lisan, pantun, legenda rakyat, teks-teks kuno, dan lain-lain) yang merupakan warisan filosofis agung masyarakat Indonesia. Dalam karyanya yang lain, Mencari Sukma Indonesia, beliau pun menyinggung ‘Filsafat Indonesia Modern’, yang secara radikal amat berbeda ontologi, epistemologi, dan aksiologinya dari ‘Filsafat Indonesia Lama’.

Sebagai seorang filsuf dan penulis, beliau pernah meraih Nation Building (NABIL) Award pada tahun 2015. Sebagaimana dikutip dari detik.com. Prof. Jakob Sumardjo menerima penghargaan tersebut dari Yayasan Nabil, dikarenakan beliau banyak berperan dalam memperkuat kebhinekaan dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia melalui berbagai karya tulisnya.


Sumber artikel:
  • http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/1429-peraih-tiga-anugerah-kebudayaan
  • https://id.wikipedia.org/wiki/Jakob_Soemardjo
  • http://hot.detik.com/read/2015/11/16/144030/3072232/1059/budayawan-jakob-sumardjo-raih-nabil-award-2015
Sumber gambar: http://us.images.detik.com/content/2015/11/16/1059/144252_umardjofotoharriss8fx.jpg?w=500&q=90