Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan pengalihan fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) menjadi pemukiman dan perumahan, sehingga meningkatkan konsentrasi gas karbondioksida (CO2) di atmosfer bumi. CO2 tersebut akan membentuk lapisan transparan seperti selimut, yang berfungsi seperti rumah kaca. Sebagaimana rumah kaca, selimut tersebut tidak akan membiarkan seluruh panas yang berada dipermukaan bumi, untuk kemudian dilepaskan kembali ke-luar angkasa. Panas yang terperangkap tersebut, akan menimbulkan sebuah fenomena yang disebut dengan pemanasan global (global warming).
Isu pemanasan global (global warming), merupakan salah satu contoh masalah umum yang dapat dikaji melalui pendekatan keilmuan desain produk. Batasan masalah merupakan aspek wajib yang dapat menunjang seorang perencana (desainer) dalam menentukan gagasan awal/ide perancangan, serta menjadi acuan dalam proses rencana (desain) itu sendiri, yaitu menyimpulkan suatu solusi dan mewujudkannya dalam bentuk yang lebih nyata (produk jadi). Pembatasan masalah, dapat juga dikatakan sebagai pegangan atau acuan bagi perencana, guna melaksanakan proses perancangan.
Berikut beberapa tips yang dapat digunakan oleh seorang mahasiswa desain produk dalam menentukan batasan-batasan masalah perancangan:
KRITIS DAN RASIONAL:
Sebagai seorang perencana, terutama mahasiswa desain produk, harus mampu kritis dan dapat mengamati gejala, fenomena, dan permasalahan yang berada disekitar lingkungannya, untuk kemudian dipecahkan melalui pendekatan keilmuan desain produk. Namun, ada banyak mahasiswa desain produk yang bingung dalam menentukan masalah apa yang harus menjadi kajian perancangannya. Maka untuk itu, pengetahuan tentang cara membatasi masalah sangat diperlukan, mengingat tidak semua masalah harus dipecahkan melalui pendekatan keilmuan desain produk.
Misalnya, baru-baru ini beberapa perusahaan elektronik menutup pabriknya, hal itu dikarenakan produk-produk yang mereka tawarkan memiliki harga jual yang cukup tinggi, sehingga minat beli masyarakat menjadi berkurang. Maka, dalam studi kasus seperti ini pemecahan masalahnya lebih tepat diselesaikan oleh orang-orang bagian finance maupun manajemen. Namun, apabila turunnya minat beli masyarakat itu dikarenakan buruknya desain pada produk-produk yang ditawarkan, maka masalah seperti ini dapat diselesaikan melalui pendekatan keilmuan desain produk.
Contoh yang lain, beberapa waktu yang lalu saya meneliti kekeringan pada beberapa kecamatan di Kabupaten Bandung, meliputi; Baleendah, Banjaran, Cikapundung, dan Arjasari. Dari hasil pengamatan tersebut, saya menemukan bahwa terdapat beberapa lokasi dimana masyarakatnya tidak memiliki persediaan air yang cukup. Seluruh sumber mata air, baik air galian (sumur) maupun air aliran (sungai), mengalami kekeringan akibat penguapan air tanah karena meningkatnya suhu permukaan secara esktrim. Maka untuk contoh kasus seperti ini, masalah kekurangan air tersebut lebih tepatnya diselesaikan oleh para ahli lingkungan. Namun, setelah melakukan penelitian lebih mendalam, saya menemukan bahwa ada satu lokasi mata air yang cukup jauh diatas bukit, yang cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi air bagi warga. Namun, karena sumber air yang jauh, kondisi geografis yang ekstrim, dan minimnya sarana pengangkutan air, menyebabkan warga kesulitan melakukan pengangkutan air dari sumber air (bukit) ke rumah-rumah warga. Maka, untuk studi kasus seperti ini masalah dapat diselesaikan melalui pendekatan keilmuan desain produk.
Pembatasan-pembatasan masalah harus dilakukan agar perancangan tidak keluar dari kaidah utamanya, yaitu menciptakan suatu produk bukan menyelesaikan masalah yang tidak relevan dengan keilmuannya. Suatu masalah, biasanya memiliki ragam pendekatan pemecahan masalah, tergantung bagaimana kita memandang masalah tersebut. Suatu masalah yang sederhana, dapat dipecahkan oleh berbagai bidang keilmuan, tidak mungkin ada suatu masalah yang secara konkret dapat langsung dipecahkan oleh seorang desainer produk.
PAHAMI DULU SUBSTANSI DESAIN:
Perlu diingat bahwa desainer produk dalam hal ini hanya mengurangi dampak akibat dari permasalahan tersebut dari sisi kaijian ilmu desain, tetapi tidak akan mampu memecahkan masalah secara utuh dari tinjauan sudut keilmuan yang lain. Oleh karena itu, sebelum menentukan masalah yang akan menjadi ide awal perancangan. Seorang mahasiswa desain produk terlebih dahulu harus mengenal keilmuannya, batasan-batasan dan jangkauannya, serta substansi dari keilmuannya tersebut. Hal ini bertujuan agar mahasiswa desain produk, mampu menyaring dan mengkerucutkan masalah sehingga dapat menciptakan sebuah produk yang tepat guna dan tepat sasaran.
JAUHKAN EGO DAN SUBJEKTIVITAS:
Seorang mahasiswa desain produk, harus berani menyaring segala informasi yang diterimanya. Suatu masalah harus dipandang secara objektif dan akurat, untuk itu sebelum menentukan sesuatu menjadi masalah yang harus dipecahkan, terlebih dahulu mahasiswa desain produk harus memetakan masalah; menguraikan, merumuskan, dan menganalisa, kemudian lihat apakah dari hasil pemetaan tersebut ditemukan suatu masalah yang berkaitan dengan desain produk ataukah tidak? Jika tidak ditemukan, maka mahasiswa desain produk harus berani mengambil kesimpulan untuk mencari contoh kasus permasalahan yang lain. Jangan memaksakan ego untuk kemudian menjadikan masalah yang sifatnya personal (pribadi), direkayasa sehingga terlihat seperti masalah global. Rekayasa ini ditakutkan akan mempersulit mahasiswa dalam membuktikan hasil kajiannya, selain itu produk yang dibuat nantinya akan menjadi tidak tepat guna, tidak diterima oleh masyarakat karena merupakan hasil karya pemikirannya sendiri. Dari segi akademis, subjektivitas dan ego tersebut akan berpengaruh terhadap nilai dosen, karena permasalahan tidak dapat dibuktikan secara ilmiah, maka dapat dipastikan hasil perancangan nantinya akan mendapatkan nilai yang buruk.
WASPADAI MASALAH YANG BERCABANG:
Disisi lain, suatu permasalahan biasanya memiliki cabang. Artinya, ada suatu masalah desain produk yang disebabkan lebih dari satu hal. Misalnya, "Penggunaan mouse game yang menyebabkan rasa lelah. Dalam hal ini, penyebab rasa lelah itu dapat beragam; bisa disebabkan karena laptop (jika mouse dihubungkan ke-laptop), kursi, pencahayaan, AC (jika laptop digunakan diruang yang ber-ac), atau karena mouse itu sendiri. Dalam hal ini, mahasiswa desain produk harus lebih teliti dalam menyimpulkan permasalahan, tujuannya agar permasalahan benar-benar akurat dan objektif. Untuk itu, perencana atau perancang harus melakukan kajian lebih mendalam terhadap permasalahan. Dengan didukung hasil observasi yang akurat, jangan memaksakan untuk merancang mouse jika ternyata permasalahannya terdapat di kursi yang digunakan. Demikain pula sebaliknya.
Demikianlah beberapa tips atau cara menentukan batasan masalah perancangan bagi mahasiswa desain produk. Selain membantu mewujudkan gagasan/ide awal perancangan, pemahaman tentang cara menentukan masalah diperlukan untuk menghindari terciptanya karya desain yang prematur.
___________________________________________________________
Artikel ini ditulis oleh:
Yudya Pratidina
Mahasiswa Desain Produk Semester Akhir,
Universitas Telkom.
Berdasarkan studi pustaka dari buku karangan Bram Palgunandi berjudul: Desain Produk; Analisis dan Konsep Desain, Penerbit ITB, tahun 2008:
sumber gambar:
http://onlythebest.s3-ap-southeast-2.amazonaws.com/wp-content/uploads/2015/10/stress_managment.jpg
NB: Jika ingin menyalin artikel ini, mohon sertakan sumbernya.